an-nahl: 125

Selasa, 13 Juni 2017

            Pada era sekarang ini, kita sedang mengalami proses dehumanisasi (penghilangan harkat manusia). Faktor penyebabnya tidak lain yakni banyaknya masalah-masalah kemanusiaan yang terjadi di masyarakat seperti kemiskinan, pendidikan rendah, kebutuhan dasar yang tak terpenuhi, kesehatan buruk, angka kekerasan meningkat, pemerkosaan, dan masih banyak lainnya. Oleh karena itulah mengapa gerakan humanisasi perlu digencarkan untuk mengembalikan manusia pada fitrahnya, yakni sebagai makhluk yang mulia, unggul, terhormat dan bermartabat. Salah satu gerakan humanisasi adalah dalam bidang dakwah yang disebut dakwah humanis.

Pengertian Dakwah Humanis
            Dakwah humanis adalah dakwah yang berorientasi pada pembentukan jati diri manusia yang manusiawi dengan kedamaian, kebijakan, kearifan dan keadilan. Dengan kata lain, dakwah yang menghadirkan Islam sebagai agama rahmat, sesuai dengan firman Allah dalam QS al-Anbiya’ ayat 107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.
            Dakwah Islam pada dasarnya merupakan proses humanisasi, yaitu proses pemanusiaan manusia. Inti humanisasi adalah penyadaran pada optimalisasi potensi dan nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia, sehingga terwujud manusia yang mulia, unggul, terhormat dan bermartabat.
            Humanisasi dakwah Islam dapat dilihat dari tujuan utama dakwah, yaitu pembebasan manusia dari “bergantung dan mengabdi pada zat selain Tuhan (syirik)” menjadi “muwahhid”, manusia yang bertauhid dan hanya beribadah kepada Allah SWT, seperti yang tercantum dalam QS al-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
            Humanitas dakwah juga tampak jelas dari materi dakwah, seperti akidah dan akhlak Islami yang mentradisikan orang berprilaku santun dan berkepribadian mulia.[1]

Konsep metode Dakwah dalam Perspektif Humanisme
            Humanisme dalam Islam ditegakkan di atas dasar kemanusiaan yang murni diajarkan al-Qur’an. Konsepsi Islam mengajarkan pada umatnya, bahwa Allah SWT tidaklah menciptakan manusia dengan sia-sia. Dia menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Seperti firman Allah SWT dalam QS. At-Tiin ayat 5:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
            Islam menempatkan manusia pada proporsi sebenarnya, tidak mendewakan tidak pula merendahkan. Islam sendiri sebenarnya melindungi kemanusiaan melalui penegakan hukum syariat yang salah satu tujuan utamanya adalah menjaga hak-hak individu, mengatur dan mengangkat martabatnya dalam koridor sistem al-Qur’an. Semakin dekat seseorang kepada Tuhannya, semakin terangkat pula martabat kemanusiaannya.
            Jika kita sandingkan antara kata ‘dakwah’ dengan ‘dakwah humanis’ diantara keduanya adalah sama namun kata ‘humanis’ disandang sebagai bentuk penegasan tujuan dakwah itu sendiri. Mengapa terjadi hal demikian? Karena saat kita melihat salah satu sisi dakwah, tidak sedikit yang lupa akan esensilnya Islam yakni sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).
            Dakwah Islam yang humanis menekankan pentingnya pendekatan kemanusiaan dengan memperhatikan segi-segi psikologis, sosiologis, antropologis, kultural dan edukatif dalam berdakwah. Dan yang lebih penting lagi, dakwah itu gagasan dasarnya adalah untuk manusia, jadi bagaimana dakwah dapat diterima oleh manusia, yakni dakwah yang mencerdaskan dan mencerahkan umat, bukan membodohi dan mencibiri masyarakat. Dakwah yang mendidik dan mendewasakan masyarakat, bukan menghardik dan membinasakan. Dakwah humanis merupakan dakwah yang ditawarkan secara persuasif, bukan provokatif, sekaligus menyadarkan manusia sebagai manusia mulia. Karena dakwah adalah aktivitas dinamis, maka dakwah harus mampu memberikan jawaban terhadap setiap perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Corak dan bentuk dakwah dituntut untuk dapat menyesuaikan dengan segala perubahan dan perkembangan masyarakat. Ikut sertakan humanisme dalam aktivitas dakwah tersebut, karena dakwah akan senantiasa bersentuhan bahkan bergelut dengan realitas kehidupan.
            Apabila dakwah dinamis terlaksana dengan baik, maka dakwah akan berfungsi sebagai alat dinamisator atau filter dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, jika dakwah tidak melakukan perubahan, maka kemungkinan dakwah tidak relevan lagi dengan dunia yang berubah dengan cepat dan pesat, sehingga dapat dinyatakan bahwa dakwah harus diformat untuk bisa menghadapi tantangan zaman. Ini berarti bahwa dakwah tidak hanya digunakan untuk merehabilitasi dampak kemungkaran akibat perkembangan zaman tetapi juga bisa dijadikan sebagai faktor dalam mengendalikan perkembangan zaman.[2]
            Kita harus menilai secara sangat positif bahwa dakwah harus memberikan sumbangan untuk nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, di samping memperbaiki akhlak manusia, dakwah juga harus memperhatikan persoalan kemanusiaan. Kita harus peduli dengan sisi kemanusiaan yang dihadapi manusia-manusia yang menderita. Orang-orang beragama yang tidak memperhatikan orang-orang miskin dan orang-orang yatim, bisa dikatakan belum beragama. Jadi, seakan-akan manusia itu sudah termasuk salah satu inti tujuan agama kita.[3]

1 komentar: