Pada era sekarang ini, kita sedang mengalami proses
dehumanisasi (penghilangan harkat manusia). Faktor penyebabnya tidak lain yakni
banyaknya masalah-masalah kemanusiaan yang terjadi di masyarakat seperti
kemiskinan, pendidikan rendah, kebutuhan dasar yang tak terpenuhi, kesehatan
buruk, angka kekerasan meningkat, pemerkosaan, dan masih banyak lainnya. Oleh
karena itulah mengapa gerakan humanisasi perlu digencarkan untuk mengembalikan
manusia pada fitrahnya, yakni sebagai makhluk yang mulia,
unggul, terhormat dan bermartabat. Salah satu gerakan humanisasi adalah dalam
bidang dakwah yang disebut dakwah humanis.
Pengertian
Dakwah Humanis
Dakwah humanis adalah dakwah yang berorientasi pada
pembentukan jati diri manusia yang manusiawi dengan kedamaian, kebijakan,
kearifan dan keadilan. Dengan kata lain, dakwah yang menghadirkan Islam sebagai
agama rahmat, sesuai dengan firman Allah dalam QS al-Anbiya’ ayat 107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.
Dakwah Islam pada dasarnya merupakan proses humanisasi,
yaitu proses pemanusiaan manusia. Inti humanisasi adalah penyadaran pada
optimalisasi potensi dan nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia,
sehingga terwujud manusia yang mulia, unggul, terhormat dan bermartabat.
Humanisasi
dakwah Islam dapat dilihat dari tujuan utama dakwah, yaitu pembebasan manusia
dari “bergantung dan mengabdi pada zat selain Tuhan (syirik)” menjadi “muwahhid”,
manusia yang bertauhid dan hanya beribadah kepada Allah SWT, seperti yang
tercantum dalam QS al-Dzariyat ayat 56:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.”
Humanitas
dakwah juga tampak jelas dari materi dakwah, seperti akidah dan akhlak Islami
yang mentradisikan orang berprilaku santun dan berkepribadian mulia.[1]
Konsep metode Dakwah dalam Perspektif Humanisme
Humanisme
dalam Islam ditegakkan di atas dasar kemanusiaan yang murni diajarkan
al-Qur’an. Konsepsi Islam mengajarkan pada umatnya, bahwa Allah SWT tidaklah
menciptakan manusia dengan sia-sia. Dia menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Seperti firman Allah SWT dalam QS. At-Tiin ayat 5:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.”
Islam menempatkan manusia pada proporsi
sebenarnya, tidak mendewakan tidak pula merendahkan. Islam sendiri sebenarnya
melindungi kemanusiaan melalui penegakan hukum syariat yang salah satu tujuan
utamanya adalah menjaga hak-hak individu, mengatur dan mengangkat martabatnya
dalam koridor sistem al-Qur’an. Semakin dekat seseorang kepada Tuhannya,
semakin terangkat pula martabat kemanusiaannya.
Jika
kita sandingkan antara kata ‘dakwah’ dengan ‘dakwah humanis’ diantara keduanya
adalah sama namun kata ‘humanis’ disandang sebagai bentuk penegasan tujuan
dakwah itu sendiri. Mengapa terjadi hal demikian? Karena saat kita melihat
salah satu sisi dakwah, tidak sedikit yang lupa akan esensilnya Islam yakni sebagai
rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Dakwah
Islam yang humanis menekankan pentingnya pendekatan kemanusiaan dengan memperhatikan
segi-segi psikologis, sosiologis, antropologis, kultural dan edukatif dalam
berdakwah. Dan yang lebih penting lagi, dakwah itu gagasan dasarnya adalah
untuk manusia, jadi bagaimana dakwah dapat diterima oleh manusia, yakni dakwah
yang mencerdaskan dan mencerahkan umat, bukan membodohi dan mencibiri
masyarakat. Dakwah yang mendidik dan mendewasakan masyarakat, bukan menghardik
dan membinasakan. Dakwah humanis merupakan dakwah yang ditawarkan secara
persuasif, bukan provokatif, sekaligus menyadarkan manusia sebagai manusia
mulia. Karena dakwah adalah aktivitas dinamis, maka dakwah harus mampu
memberikan jawaban terhadap setiap perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Corak dan bentuk dakwah dituntut untuk dapat menyesuaikan dengan segala
perubahan dan perkembangan masyarakat. Ikut sertakan humanisme dalam aktivitas
dakwah tersebut, karena dakwah akan senantiasa bersentuhan bahkan bergelut
dengan realitas kehidupan.
Apabila
dakwah dinamis terlaksana dengan baik, maka dakwah akan berfungsi sebagai alat
dinamisator atau filter dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebaliknya,
jika dakwah tidak melakukan perubahan, maka kemungkinan dakwah tidak
relevan lagi dengan dunia yang berubah dengan cepat dan pesat, sehingga dapat
dinyatakan bahwa dakwah harus diformat untuk bisa menghadapi tantangan zaman.
Ini berarti bahwa dakwah tidak hanya digunakan untuk merehabilitasi dampak
kemungkaran akibat perkembangan zaman tetapi juga bisa dijadikan sebagai faktor
dalam mengendalikan perkembangan zaman.[2]
Kita harus menilai secara
sangat positif bahwa dakwah harus memberikan sumbangan untuk nilai-nilai
kemanusiaan. Sebab, di samping memperbaiki akhlak manusia, dakwah juga harus memperhatikan
persoalan kemanusiaan. Kita harus peduli dengan sisi kemanusiaan yang dihadapi
manusia-manusia yang menderita. Orang-orang beragama yang tidak memperhatikan orang-orang
miskin dan orang-orang yatim, bisa dikatakan belum beragama. Jadi, seakan-akan manusia
itu sudah termasuk salah satu inti tujuan agama kita.[3]
terima kasih, sangat membantu
BalasHapus