Indonesia
adalah negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Salah satu sumber
mengatakan bahwa Asia Tenggara atau Indo Melayu merupakan tujuh dari wilayah
kebudayaan atau peradaban Islam. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila umat
Islam menjadi penduduk mayoritas di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Banyaknya
penduduk muslim di Indonesia tidak serta merta terjadi begitu saja, melainkan
melewati proses yang sangat panjang. Berbagai sumber dan teori telah memaparkan
bagaimana Islam dapat masuk dan tersebar ke seluruh penjuru nusantara.
Banyaknya sumber dan teori tersebut yang kemungkinan juga menjadi salah satu
alasan rumitnya penjelasan masa awal sejarah Islam di Asia Tenggara. Sebab,
terdapat perbedaan–perbedaan mendasar di kalangan ahli dalam mengkaji Islam di
Asia Tenggara, yang tekadang sulit untuk dipertemukan satu sama lain. Hingga
sekarang, sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara merupakan polemik panjang
yang menimbulkan pro kontra antara sejarawan, agamawan, arkeolog, dan
intelektual.[1]
Salah
satu sumber memaparkan sekaligus membagi menjadi beberapa babak penting proses masuknya
Islam di nusantara. Disebutkan disana bahwa babak pertama masuknya Islam di
Indonesia adalah abad ke-7 M/ 1 H.[2] Itu artinya, lebih dari
sekian ratus tahun semenjak Islam datang hingga sekarang ini (2017). Perlu
untuk diketahui bahwa untuk pembahasan ini akan penulis kerucutkan proses penyebaran
dan perkembangan gerakan dakwah Islam di nusantara selama kurun waktu kurang
lebih satu abad lamanya (mulai abad ke-20 M) tanpa meniadakan bagaimana proses
masuknya Islam sebelum itu. Proses penyebaran Islam selama kurang lebih satu
abad hingga sekarang ini akan menjadi titik fokus pembahasan, sedangkan periode
sebelumnya akan dibahas secara singkat.
Awal Masuknya Islam di Indonesia
Disebutkan,
Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 Masehi. Para Da’i yang datang ke
Indonesia berasal dari Jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India
yakni bangsa Gujarat dan ada pula yang telah beradaptasi dengan bangsa Cina.
Mereka datang dari berbagai arah, salah satunya yakni dari jalur sutera (jalur
perdagangan). Dari situlah, dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara.[3]
Sumber
lain menyatakan (berdasar data manuskrip atau literatur kuno Cina),
bahwa menjelang perempat pertama abad ke-7 M, sudah berdiri perkampungan
Arab-Muslim di pesisir pantai Sumatera. Disana orang-orang Arab tinggal dan
menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas muslim. Saat
itu, juga sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional
melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia
Tenggara, dan Bani Umayyah di Asia Barat. Penjelasan ini disebut pula sebagai
teori Arabia. Pendukung teori ini yakni Hamka, Van Leur dan T.W.
Arnold.[4]
Gerakan Dakwah Islam di Indonesia
Setelah
abad ke-7 M, Islam mulai menguasai institusi politik. Pada masa ini, banyak
kerajaan-kerajaan Islam yang didirikan, salah satunya yakni Kerajaan Peureulak
atau yang biasa disebut Kerajaan Perlak di Aceh Timur. Didirikan pada tahun 840
M, Perlak menjadi kerajaan Islam tertua di Indonesia. Kemudian diikuti oleh
kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Kerajaan Samudera Pasai (1042 M), Kerajaan
Ternate dan Tidore (1440 M), Kerajaan Demak (1478 M), Kerajaan Cirebon (1500 M),
Kerajaan Banten (1524 M), Kerajaan Mataram (1583 M), Kerajaan Aceh, Kerajaan
Gowa dan Tallo (1593 M), serta masih banyak lainnya.[5]
Disamping
itu, tahun 1404 M, para ulama utusan Sultan Muhammad I (Utsmani) datang ke pulau
Jawa. Umumnya, mereka singgah melalui Pasai. Para ulama tersebut antara lain:
1.
Maulana Malik Ibrahim
(w. 1419), ahli tata negara dari Turki
2.
Maulana Ishaq dari Samarqand,
atau Syeikh Awwalul Islam
3.
Maulana Ahmad Jumadil
Kubra dari Mesir
4.
Maulana Muhammad al-Maghrabi
dari Maroko
5.
Maulana Malik Israil
(w. 1435), dari Turki
6.
Maulana Muhammad Ali
Akbar (w. 1435)
7.
Maulana Hasanuddin dari
Palestina
8.
Maulana Aliyuddin dari
Palestina
9.
Syeikh Subakir dari
Persia[6]
Mereka
adalah para ulama angkatan pertama dari delapan angkatan/ perintis Wali Sanga.
Sedangkan anggota Wali Sanga yang paling terkenal antara lain:
1.
Sunan Gresik atau
Maulana Malik Ibrahim
2.
Sunan Ampel atau
Raden Rahmat
3.
Sunan Bonang atau
Raen Makdum Ibrahim
4.
Sunan Drajat atau
Raden Qasim
5.
Sunan Kudus atau
Ja’far Shadiq
6.
Sunan Giri atau
Raden Paku atau Ainul Yaqin
7.
Sunan Kalijaga atau
Raden Said
8.
Sunan Muria atau
Raden Umar Said
9.
Sunan Gunung Jati
atau Syarif Hidayatullah[7]
Para
ulama utusan tersebut mengembangkan dakwah melalui berbagai saluran antara lain
perdagangan, pernikahan, pendidikan, seni budaya, dan tasawuf.
Kemudian
pada abad 17 Masehi tepatnya tahun 1601, datanglah kerajaan Hindia Belanda
kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah.
Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semenjak itu
hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat
itu antar kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk aliansi
atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Kesempurnaan
Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan
yang lainnya, telah diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan
datang, mereka mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan,
para santri menjadi pasukan Allah yang siap melawan penjajah sedangkan para ulamanya
menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan
perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.[8]
Gerakan Dakwah Islam di Indonesia Selama 1 Abad
(Abad 20 M – Sekarang)
Awal
abad 20 Masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik
balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat
membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi
memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat
Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh
dari al-Qur’an dan Hadis, serta akan dijadikannya boneka-boneka penjajah.
Selain itu juga untuk mempersiapkan lapisan birokrasi yang tidak mungkin dipegang
lagi oleh orang-orang Belanda. Waktu itu, tidak seluruh masyarakat bisa mendapat
pendidikan, melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan). Oleh karena itu mayoritas
pemimpin-pemimpin pergerakan adalah mereka yang dari golongan bangsawan. Strategi
perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada membentuk organisasi
formal daripada dengan senjata.[9]
Menurut
penulis, dari masa dahulu hingga sekarang, organisasi-organisasi Islam
masih memegang eksistensinya sebagai wadah pergerakan dakwah Islam meskipun
bentuknya sudah tidak untuk melawan penjajah seperti dahulu. Organisasi Islam
dibentuk untuk mewadahi pergerakan dakwah Islam yang lebih strategis dan
terstruktur. Banyak organisasi-organisasi Islam yang didirikan di Indonesia
mulai dari Abad 20 hingga sekarang dan mengalami pasang surutnya masing-masing,
antara lain:
1.
Jamiatul
Khair
Organisasi ini adalah
organisasi pendidikan Islam tertua di Jakarta yang didirikan tahun 1901, yakni
dengan peran besar para ulama asal Arab Hadramaut dan pemuda Alawiyyin, seperti
Habib Abu Bakar bin Ali bin Abu Bakar bin Umar Shahab, Sayid Muhammad al-Fakir
bin Abd. Al-Rahman al-Mansyur, Idrus bin Ahmad Shahab, dan lainnya. Jamiatul
Khair dikenal telah melahirkan banyak tokoh Islam, yang terdiri atas
tokoh-tokoh gerakan pembaharuan Islam, seperti KH. Ahmad Dahlan, HOS
Tjokroaminoto, H. Samanhudi, dan H. Agus Salim, dan beberapa tokoh perintis
kemerdekaan.
Semula, Jamiatul Khair memusatkan usahanya
di bidang pendidikan. Namun, seiring waktu, organisasi ini memperluasnya dengan
dakwah, penerbitan surat kabar harian Utusan Hindia di bawah pimpinan
HOS Tjokroaminoto (Maret 1913), serta mendirikan Panti Asuhan Piatu Daarul
Aitam dan sekolah untuk putra.
Awal mulanya, organisasi ini belum mendapat
izin dari pemerintah Belanda. Namun, tahun 1903 Jamiatul Khair mengajukan
permohonan untuk diakui sebagai sebuah organisasi, dan tahun 1905 permohonan
itu dikabulkan asal tidak membuka cabang di luar Batavia. [10]
2.
Syarikat
Islam (SI)
Organisasi SI merupakan
organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia. Organisasi ini
didirikan pada 16 Oktober 1905 oleh H. Samanhudi.
Awalnya, SI dibentuk sebagai perkumpulan
pedagang Islam yang menentang masuknya pedagang asing untuk menguasai ekonomi
rakyat pada masa itu. Kemudian, tahun 1912, berkat kondisi politik dan sosial
pada masa tersebut, HOS Tjokroaminoto menggagas organisasi yang awalnya bernama
Sarekat Dagang Islam untuk mengubah nama dan bermetamorfosis menjadi organisasi
pergerakan yang hingga kini disebut Syarikat Islam.
Tokoh-tokoh SI lainnya ialah H. Agus Salim
dan Abdul Muis. Mereka berdua membina para pemuda yang tergabung dalam Young
Islamitend Bound yang bersifat nasional, hingga berkembang sampai pada
sumpah pemuda tahun 1928.[11]
3.
Muhammadiyah
dan Aisyiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman,
Yogyakarta, pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Berdirinya organisasi
ini lantaran masyarakat Islam yang berpandangan maju menginginkan terbentuknya
sebuah organisasi yang menampung aspirasi mereka dan menjadi sarana bagi
kemajuan umat Islam. Keberadaan tokoh-tokoh Islam yang berpandangan maju berkat
pendidikan dan pergaulan dengan kalangan Islam di dunia melalui ibadah haji.
Salah seorang tokohnya yakni KH. Ahmad Dahlan yang akhirnya mendirikan
organisasi ini. Tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah atas dasar agama,
bertujuan untuk melepaskan agama Islam dari adat kebiasaan buruk yang tidak
berdasar al-Qur’an dan Hadis.[12]
Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab
“Muhammad” yaitu nama Nabi terakhir, kemudian mendapatkan ‘ya nisbiyah’ yang
artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti ummatnya atau pengikutnya
Muhammad. Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan
pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan
jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah berjumlah ribuan). Tidak
hanya di ranah pendidikan, Muhammadiyah juga berdakwah di ranah politik. Visi
Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan
As-Sunnah dengan watak tajdid.
Berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami
berdirinya hampir seluruh organisasi otonom yang ada di Muhammadiyah, termasuk
Aisyiyah. Sebelum Aisyiyah secara kongkret terbentuk, sifat gerakan pembinaan
wanita itu baru secara berkelompok belum merupakan organisasi.
Dari segi perkembangannya, Muhammadiyah
telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan
perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat
bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat
dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah
daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari
masyarakat. Berbagai metode dakwah Muhammadiyah mencakup beberapa hal dalam
penyebaran dakwah yaitu melalui dakwah secara kultural dan dakwah secara modern
baik itu perkembangan teknologi maupun pola pikir masyarakat modern.
4.
Al-Irsyad
Perhimpunan Al-Irsyad
Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6
September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah
Al-‘Alamah Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang
berasal dari Sudan. Al-Irsyad di masa-masa awal kelahirannya dikenal sebagai
kelompok pembaharu Islam di Nusantara, bersama Muhammadiyah dan Persatuan Islam
(Persis). Tiga tokoh utama organisasi ini adalah Ahmad Surkati, Ahmad Dahlan,
dan Ahmad Hassan (A. Hassan), sering disebut sebagai “Trio Pembaharu Islam
Indonesia.”
Perjuangan dan cita-cita Al-Irsyad serta
keyakinannya dapat dilihat dalam apa yg disebut “Pedoman Asasi Al-Irsyad” yaitu
Hakekat Al-Irsyad Organisasi ini menamakan dirinya sebagai perhimpunan yang
bertujuan memurnikan pemahaman tauhid ‘ibadah dan ‘amaliyah Islam dan bergerak
dalam bidang pendidikan pengajaran kebudayaan dan dakwah Islam serta
kemasyarakatan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah guna mewujudkan pribadi
Muslim dan masyarakat Islam menuju keridhoan Allah SWT.
Perkembangan oganisasi Al-Irsyad kurang begitu
pesat jika dibandingkan dengan organisasi yang lahir jauh sesudahnya seperti
Muhammadiyah dan NU. Hal ini bisa dilihat karena kebanyakan para pengurus dan
pendukung organisasi ini adalah dari kalangan keturunan Timur Tengah. Adanya
jarak antara masyarakat keturunan Arab dengan pribumi menyebabkan sosialisasi
organisasi ini kurang menyentuh atau melebar ke masyarakat pribumi. Dilihat
dari pergerakan keorganisasiannya Al-Irsyad lebih cenderung penekanannya dalam
bidang sosial pendidikan.
5.
Persatuan
Islam (PERSIS)
Organisasi PERSIS berdiri
pada 12 September 1923 di Bandung. Ide ini bermula dari seorang alumnus Dar
al’Ulum Makkah bernama H. Zamzam, yang pada tahun 1910-1912 menjad guru agama
di sekolah agama Dar al-Muta’alimin. Organisasi ini menghendaki sesuatu yang seharusnya
disakralkan dan sesuatu yang tidak seharusnya disakralkan oleh umat Islam.
Sebab, penilaian terhadap sesuatu yang sakral tersebut berhubungan dengan
kualitas ketauhidan dan wawasan keislaman yang dimiliki. Misalnya, jika setiap
kali bahasa Arab identik dengan Islam, maka wawasan keislaman yang dimiliki
oleh seseorang dapat dikatakan tergolong awam.[13]
Meskipun peranannya dalam pendidikan agama
memiliki pengaruh tertentu bagi kaum muslim Indonesia, Persatuan Islam tidak
begitu berpengaruh dibandingkan dengan beberapa organisasi lainnya. Dalam
menggambarkan Islam, para aktivis Persatuan Islam menghindari pelbagai konsep
dan generalisasi yang samar yang lazim di Indonesia dan menyibukkan diri dengan
rincian dan substansi perilaku keagamaan. Para anggotanya mengemukakan
pandangan-pandangan yang sangat jelas tentang budaya tradisional Indonesia,
tentang institusi-institusi yang diilhami dari budaya “Barat”, dan tentang
pemikiran dan praktik keagamaan muslim tradisional. Persatuan Islam pada
umumnya mirip dengan gerakan-gerakan muslim puritan “santri” Indonesia lainnya
(fundamentalis). Pada tahun 1926, perbedaan-perbedaan antara dua tren dalam
kelompok kajian itu mencapai puncaknya hingga terjadilah perpecahan. Kelompok
yang memisahkan diri, yang terdiri dari orang-orang tradisionalis, mendirikan
sebuah organisasi tandingan yang dikelan dengan Permufakatan Islam, sementara
sisa anggota lainnya tetap mempertahankan nama Persis dan mendeklarasikan diri
sebagai gerakan Islam Modernis.
6.
Nahdlatul
Ulama (NU) dan Muslimat
Nahdlatul Ulama berdiri
pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Organisasi
ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asyari sebagai Rais Akbar.[14] Latar belakang pendirian
organisasi NU ini tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial-politik dan
keagamaan yang terjadi pada saat itu. NU adalah organisasi Islam yang bergerak
di bidang agama, pendidikan, sosial budaya, ekonomi, dan politik.[15]
Merujuk pada laman resmi organisasi NU,
www.nu.or.id, paham keagamaan NU adalah Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah
pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan
kaum ekstrem naqli (skripturalis).[16]
Pada awal berdirinya, NU hanya untuk kaum
laki-laki, tetapi seiring dengan tumbuhnya pergerakan Indonesia, yang juga
melibatkan kaum perempuan, para muslimah di lingkungan NU juga berkeinginan
aktif berorganisasi untuk memperjuangkan berbagai persoalan yang menghinggapi
perempuan. Hingga akhirnya lahirlah organisasi Muslimat NU pada 29 Maret 1946
atau 26 Rabiul Akhir 1465 yang diketuai oleh Nyai Chodijah. Dalam salah satu
pertauran dasarnya, disebutkan badan ini bertujuan untuk menyadarkan para
wanita Islam Indonesia akan kewajibannya, supaya menjadi ibu yang sejati,
sehingga mereka dapat turut memperkuat dan membantu pekerjaan NU dalam
menegakkan agama Islam.
7.
Partai
Keadilan Sejahtera
Partai Keadilan Sejahtera atau yang lebih
dikenal dengan PKS merupakan salah satu partai politik di Indonesia. Partai
politik ini pertama kali dibentuk pada tanggal 20 April 2002 yang bermula dari
sebuah gerakan dakwah yang ada di kampus.
Dalam mewujudkan sebuah partai dakwah, PKS
selalu berusaha untuk melakukan dakwah kepada masyarakat dan kader-kadernya,
menanamkan bahwa hanya dakwah yang bisa menjunjung nama partai. Mereka melakukan
kegiatan dakwah secara struktural dan kultural.
Untuk dakwah struktural, PKS terjun dengan
benderanya untuk menyebarkan dakwah. Seperti membangun lembaga-lembaga sosial,
instansi pemerintah, aksi sosial, demonstrasi dan adanya partai keadilan itu
sendiri. PKS juga bergerak dalam bidang pendidikan, dalam sekolah-sekolah,
Universitas, dan instansi pendidikan lainnya telah ada perkumpulan tarbiyah
yang biasanya dijadikan UKS/UKM. PKS juga sering menyelenggarakan pengajian
umum atas nama partai itu sendiri.
Sedangkan dakwah kultural, yakni dakwah
kepada masyarakaat pedesaan atau awam, PKS bergerak dengan lebih halus. Beberapa
metode dakwah kultural mereka yakni Halaqoh/ Tarbiyah, Ruqyah, dan Seni bela
diri Thifan Po Khan.
8.
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan
dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan
Al Ubaidah Lubis (Madigol). Karena Islam Jama’ah sudah terlarang di seluruh
Indonesia. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pertama kali berdiri pada
tahun 3 Januari 1972 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama Yayasan Lembaga
Karyawan Islam (YAKARI). Pokok ajaran LDII antara lan yakni Doktrin kembali ke
al-Qur’an dan Hadis, Penerapan Praktis atas Teks Suci, dan beberapa doktrin
lainnya seperti doktrin manqul, doktrin pemimpin, doktrin bai’at, doktrin amal
shaleh, dan doktrin jamaah. LDII juga mengadakan kegiatan pengajian untuk
anggota-anggotanya dengan beberapa pembagian.
Sebenarnya,
masih banyak organisasi-organisasi Islam lainnya. Namun, dari penjelasan
beberapa organisasi Islam diatas sudah dapat kita lihat, banyak sekali organisasi-organisasi
Islam yang muncul di Indonesia dari awal abad 20 hingga sekarang dengan ragam
bentuknya. Pada intinya, tujuan dari semua organisasi adalah sama, menyebarkan
dakwah sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW. Lalu mengapa harus ada banyak
organisasi? Karena meskipun tujuannya sama, namun praktik dan cara melakukannya
berbeda. Ada yang bersifat tradisionalis, modernis, fundamentalis, hingga
radikal. Oleh karena itu, tiap organisasi memiliki karakternya masing-masing. Mereka
masing-masing memiliki dasar dan pedoman sendiri dalam praktik dakwah,
pemahaman, serta ajarannya. Kita sebagai umat muslim yang cerdas, tentu harus
dapat memfilter mana yang sesuai dengan ajaran Islam yang dicontohkan oleh
Rasul SAW dan mana yang tidak. Sehingga, kita tidak terseret arus yang
menyebabkan kita memiliki pemahaman keagamaan yang menyeleweng dari tuntunan
Rasul SAW.
Saat
ini, dakwah sudah banyak mengalami perkembangan. Tidak lagi melalui dakwah
berupa wujud pengajian atau ceramah-ceramah, gerakan dakwah sudah lebih
inovatif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yakni melalui media-media
sosial.
Sangat
penting untuk mempelajari sejarah dakwah Islam, salah satunya agar kita sebagai
generasi muda Islam mampu untuk melanjutkan kewajiban dakwah dengan cara yang
cerdas dan damai.
[1]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: DIVA
Press, 2015), hlm.465-466.
[2]
https://www.google.co.id/amp/www.dakwatuna.com/2007/12/30/347/sejarah-islam-di-indonesia/amp/
[3]
Ibid.,
[4]
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/sejarah-kedatangan-islam-ke-nusantara.pdf
[5]
Ibid.,
[6]
Ibid.,
[7]
Rizem Aizid, Op. Cit., hlm. 524.
[8]
https://www.google.co.id/amp/www.dakwatuna.com/2007/12/30/347/sejarah-islam-di-indonesia/amp/
[9]
Ibid.,
[10]
Rizem Aizid, Op. Cit., hlm. 501-502.
[11]
Ibid., hlm. 502-503.
[12]
Ibid., hlm. 504.
[13]
Rizem Aizid, Op. Cit., hlm. 507.
[15]
https://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_%27Ulama
[16]
www.nu.or.id